26 February 2017

Prophetic Parenting Part 2

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ

اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan." (Q.s. ath-Thalaq : 7)

Selanjutnya, buku prophetic parenting memaparkan tentang sebaik-baiknya pahala orang yang bersedekah. Mengacu kepada surat Ath-Thalaq ayat 7 diatas, dijelaskan bahwa dalam berkeluarga, sebaik-baiknya sedekah, sebaik-baiknya nafkah adalah nafkah yang cukup dan proporsional. Tidak berlebih-lebihan ataupun pelit. Hal ini juga merupakan salah satu cara yang baik dalam mendidik serta melatih anak yang sedang berada dalam masa pertumbuhan agar senang memberi dan belajar bagaimana pendidikan manajemen yang baik bagi perekonomian keluarganya kelak. 
Diantara banyaknya sedekah, disebutkan bahwasannya sedekah yang paling baik atau yang lebih didahulukan adalah yang berupa nafkah. 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:
Rasulullah SWT bersabda, " Satu dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau infakkan untuk membebaskan budak, satu dinar yang engkau sedekahkan untuk orang miskin, dan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu; yang paling besar pahalanya adalah yang engkau nafkahkan untuk keluargamu." 

Selain itu banyak pula hadits-hadits lain yang meriwayatkan bahwa pahala akan selalu didapatkan oleh kaum muslim yang memberi nafkah. Ada hadits yang meriwayatkan bahwa "mencari nafkah yang halal hukumnya wajib atas setiap muslim"
Anjuran itu begitu penting sehingga ada pula hadits yang melafalkan bahwa "Barang siapa yang meninggal dunia dalam mencari nafkah yang halal, maka dia meninggal dunia dalam keadaan diampuni."

Dalam sub-bab ini, buku karya DR. Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid secara gamblang mencantumkan banyak sekali hadits-hadits yang berkenaan langsung dengan pahala memberi nafkah anak dan istri. Sehingga, diantara sedekah yang paling sering kamu kerjakan, bersedekah kepada keluarga adalah hal yang lebih utama. Karena hakikatnya dalam berkeluarga, istrimu, anakmu, atau suamimu berhak mendapatkan sedekah darimu. Sehingga pahala yang didapat berupa pahala ganda, yaitu pahala dari kekerabatan, dan pahala sedekah.
Nah, selain dari pahala memberi nafkah kepada keluarga, kita juga harus tahu apa sebenarnya dari tujuan pernikahan yang Islami. Buku ini menyebutkan ada 4 tujuan dari pernikahan Islami, bukan hanya semata-mata untuk menghalalkan hubungan aja yaaa..
  • Yang pertama adalah untuk memperbanyak jumlah kaum Muslimin dan memberikan kegembiraan di hati Rasulullah SAW. Kenapa gitu? Karena menikah adalah sunnah dari Rasulullah, maka barang siapa yang tidak mengamalkan sunnahnya, maka ia tidak termasuk kedalam golongannya. (dalam hadits)
  • Kedua adalah untuk menjaga diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena sejatinya, apa yang kita suka belum tentu Allah suka, seperti halnya pacaran mungkin ya? Maka dari itu cara mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan menjalankan apa-apa yang Allah sukai, yang semuanya halal.
  • Ketiga adalah untuk membangun generasi Muslim. Karena pernikahan islami hendaknya diikuti niat untuk dapat membentuk anak-anak sholeh yang mau berjihad dijalan Allah.
  • Dan yang terakhir adalah untuk keberlangsungan hidup umat manusia. Salah satu hadits yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani dari Abu Hafsah R.A mengatakan "Janganlah salah seorang dari kalian berhenti mengharap kehadiran anak. Sebab, seseorang apabila meninggal dunia tanpa memiliki anak, namanya akan terlupakan." Maka dari itu, dengan semakin banyaknya orang kafir diluar sana, peradaban Islam pun harus terus berkembang agar dapat senantiasa diberikan kemuliaan dan kekuatan oleh Allah atas kaum Muslimin.
 Yap, sekian sudah. To be continue yaaa, semoga bermanfaat!
Share:

Catatan Kecil

Hari demi hari selalu bergulir tanpa harus aku pinta
Waktu pun terbiasa berjalan tanpa bisa ku perlambat.
Aku ternyata mengalami sebuah siklus.
Siklus yang dimana saat kecil, mama-papa tak ajarkan.
Siklus yang dimana nantinya, aku sendiri yang belajar.
Belajar memahami suatu keadaan yang tak sempat aku cegah.

Dari dulu, aku selalu diizinkan untuk mendapatkan cinta, memberi cinta, dan bahkan saling mencinta.
Entah dari orang tua, saudara, guru, teman, tetangga, kerabat kecil, atau yang lainnya.
Namun dulu, aku belum mengerti bagaimana siklus sebuah pertemuan berjalan.
Bahwasannya, semakin diri ini mencinta, harus semakin besar pula hati ini mengikhlaskan.
Sehingga berkali-kali aku memberi kasih, selalu kembali diterpa perihnya kehilangan.
Ironi memang, karna tak siap melepas kasih.

Namun pada akhirnya, waktu selalu saja mengajarkan  hal baik.
Kini, aku lelah mengelak banyak keadaan pahit.
Seberapa sering hal-hal yang tak menyenangkan datang, kan ku berikan senyuman ikhlas.
Karena kini, aku juga mencintai yang sewaktu-waktu pergi.
Akan terus menyayangi yang sewaktu-waktu diambil.
Kini aku belajar bagaimana cara melepaskan.
Aku belajar bagaimana menyikapi kepergian.
Dan aku belajar bagaimana hari-hari terasa lebih lapang.
Selalu siap dengan kehilangan.
Selalu siap dengan kepergian.

Sebab aku, sejatinya tak pernah memiliki apa-apa.
Allah hanya menitipkanmu,
untuk aku cintai.


*inspired by Hujan-Matahari


Share:

20 February 2017

Prophetic Parenting Part 1

Ternyata, yang inginnya membiasakan diri untuk bisa menulis setiap saat itu gak mudah. Namun kali ini, saya lagi mau sharing isi dari buku yang lagi on-going saya baca. Ceritanya per bab aja, biar gak kehabisan topik plus jadi reminder buat saya juga kalau isinya ter arsip dengan baik. hihi *alasan.
Buku ini berjudul Prophetic Parenting. Lagi-lagi ini buku terjemahan yaa, karya DR. Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid yang diterjemahkan oleh Farid Abdul Aziz Qurusy. Buku yang mempunyai judul asli Manhaj at-Tarbiyyah an-Nabawiyyah lith Thifl ini termasuk golongan buku Best Seller lhoo, karena isinya pasti best juga dong. 

Cerita pertama saya baca buku ini gara-gara banyaknya undangan walimatul ursy yang saya terima dari sekian banyak sahabat-sahabat saya. Ingat hak muslim terhadap muslim kan? Salah satunya apabila diundang, maka datanglah. Bahagia memang, mengingat momen pernikahan sahabat2 juga jadi momen reuni dengan sahabat lainnya. Namun terkadang sedih juga saat saya tak mampu hadir di hari bahagia mereka. Hanya doa baik yang terpanjat agar mereka semua diberikan kebahagiaan dunia dan akhirat, amin. 
Dari sana kadang terlintas tanya, apa yang sebenarnya mereka persiapkan sebelum memutuskan untuk menempuh kehidupan yang baru?. Awalnya penuh pertimbangan bukan? hal-hal idealis yang ditanamkan masing-masing dari kedua calon pasti terkadang menemukan celah untuk menjadi ragu. Itu yang banyak saya dengar dari cerita orang. Namun pada akhirnya, celah tersebut tentunya tak akan berubah menjadi keraguan saat dua insan tersebut dapat mengatasinya dengan bijak. Maka, hal terpenting dalam menapaki bahtera rumah tangga harus dengan perbekalan ilmu yang luas. Buku ini sangat saya rekomendasikan kepada kalian semua yang bermimpi memiliki ikatan yang sah dengan lawan jenisnya. Prophetic parenting memang berisi tentang cara Nabi mendidik anak, namun meskipun belum memiliki anak, ilmu ini memang sebaiknya diraih dari jauh-jauh hari. Jangan waktu sudah punya anak,baru cari tahu ilmunya :( 

Bagian awal buku ini bercerita bagaimana pentingnya orang tua dalam mendidik anak. Bukan hanya dalam hal belajar berjalan, makan-minum, berbicara, baca-tulis, namun semuanya. Termasuk pribadi dan kecintaannya terhadap Islam. Ibarat kata, anak bak mutiara yang mentah, belum terpahat dan terbentuk dan mudah condong terhadap sesuatu. Apabila ia diajarkan dan didekatkan dengan kebaikan, maka dengan kebaikan pula ia akan tumbuh. Namun apabila orang tua melalaikan tugasnya, membuat sang anak tumbuh dan berkembang dalam keburukan, maka azab Allah lah yang akan diterima orang tua tersebut. Maka dari itu, tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak sangatlah besar, karena ia adalah titipan, amanah yang besar pula yang diberikan Allah SWT. 
Rasulullah SAW bersabda "Setiap kalian adalah penggembala dan setiap kalian bertanggung jawab atas gembalaannya. Seorang pemimpin adalah penggembala dan dia bertanggung jawab atas gembalaannya. Seorang laki-laki adalah penggembala di keluarganya dan dia bertanggung jawab atas gembalaannya. Seorang wanita adalah penggembala di rumah suaminya dan dan dia bertanggung jawab atas gembalaannya. Seorang pelayan adalah penggembala pada harta majikannya dan dia bertanggung jawab atas gembalaannya. Setiap kalian adalah penggembala dan setiap kalian bertanggung jawab atas gembalaannya" (Muttafaqun Alayh)

Melihat bagaimana sabda Rasulullah yang bisa kalian temukan lebih banyak dalam buku tersebut, penekanan terhadap kata tanggung jawab, sangatlah besar, bukan berat. Karena pada hakikatnya, mukmin sejati selalu teguh dan ikhlas dalam menjalankan semua kewajibannya kepada Allah.
Lalu, bagaimana dengan peran seorang perempuan? Apakah tanggung jawabnya dalam mendidik anak sangat besar pula?
This part is my favorite! Untuk para muslimah diluar sana, simaklah ini dengan sebaik-baiknya. 
Shalat merupakan tiangnya agama, dan wanita adalah tiangnya negara. Saat kita (para muslimah) berbekal sesuatu yang buruk, maka hancurlah negara itu. Sebaliknya, saat kita berbekal banyak kebaikan, inshaallah kita dapat membangun negara yang baik pula. Bukankah begitu?
Dalam buku ini disebutkan bahwa Islam adalah agama keluarga, dimana seorang mukmin selalu terlibat didalamnya, terutama ketetapannya dalam keluarga dan kewajibannya dalam berumah tangga. Namun diantara kewajiban-kewajibannya dalam berkeluarga, ada unsur penting yang membantu seorang mukmin dalam membangun rumah tangga, ia adalah istri yang shalehah.
Ukhti! Ini hal paling penting yang harus dicatat, di bold, di italic, di stabilo, dan di camkan dalam-dalam. Laki-laki diberikan hak untuk mencari tahu seberapa jauh dan seberapa luas wawasan dari seorang istri. Sebab wawasan ini lah yang nantinya akan membantu sang istri dalam mengurus rumah tangga dan mendidik putra-putrinya. 
Ibaratnya, rumah tangga adalah salah satu benteng dari aqidah Islam. Dimana benteng tersebut memerlukan pertahanan yang kuat luar dan dalamnya, agar tak mudah bagi pasukan musuh untuk menerobos dan menghancurkan benteng. Maka dari itu, dalam sebuah keluarga, sang mukmin harus mampu menempatkan keluarganya dalam posisi masing-masing dengan siap siaga. Hal lainnya, tentulah harus ada muslimah shalehah yang mampu membantu sang mukmin menjaga benteng tersebut. Inilah nilai historis yang senantiasa akan menjadi amalan yang hebat apabila saat istri menjadi ibu yang mampu membangun generasi yang kuat sebagai benih dari masyarakat tersebut. Sehingga, dianjurkan kepada seorang mukmin untuk memilih sebaik-baiknya wanita karena agamanya, keshalehannya, ketaqwaannya, dan tobatnya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. 

Wanita dipersilahkan untuk mempelajari ilmu pengetahuan apa saja dengan tata cara yang sesuai dengan kemampuannya sebagai seorang wanita. Di antara kata-kata mutiara mengenai hal ini adalah: "Sesungguhnya sepasang suami-istri persis seperti satu bait syair. Tidaklah baik sebuah syair apabila baris pertama indah sementara baris keduanya buruk". Jadi, diantara suami-istri, haruslah sama-sama baik, sama-sama menguatkan, agar menjadi kesatuan yang baik pula.
 Rasulullah SAW pun bersabda bahwa sebaik-baiknya wanita yang menunggang unta adalah wanita Quraisy yang shalehah, paling sayang kepada anak di waktu kecil dan paling taat kepada suami. Itu disebabkan karena wanita Quraisy dipandang memiliki sifat-sifat yang baik, sehingga Rasulullah sangat memuji kaum wanita ini.
Buku ini memaparkan juga tentang betapa mulianya seorang wanita saat ia mampu mendidik anak-anaknya dan berbakti kepada suaminya. Inilah hal-hal yang paling utama yang nantinya akan mengangkat derajatnya ke tingkat tertinggi di mata Allah SWT. Aktifitas mulia ini yang memiliki pahala yang sama dengan berperang di jalan Allah ataupun shalat Jum'at di masjid-masjid.
Last, but not least, this part of the book menunjukkan bagaimana pentingnya seorang wanita untuk menjadi sebaik-baiknya wanita. Mendapatkan pahala yang setara meski tak harus ikut terjun ke medan perang, shalat jumat di mesjid, mengantarkan jenazah, dll. Inshaallah, buku ini dapat memberikan inspirasi dan pegangan untuk semua yang memang ingin lebih paham tentang prophetic parenting.
That's all, tunggu kelanjutannya yaa ! :D





Share: