18 January 2017

Perspektif diatas persepsi

Malam menjelang subuh. 
Gak niat juga sih jadi anak nocturnal tapi mau gimana kalau belum bisa merem.
Jadi dari pada bolak-balik scroll instagram, facebook, twitter, dan media sosial lainnya yang bikin pusing kelamaan, saya pilih kembali lagi jadi penulis amatiran isi curcolan. Hehe

Well, another year passed! kali ini 2017 bakalan balik menggerayangi kayak taun-taun sebelumnya untuk keep productive. Yaahh, meski sebenernya banyak banget resolusi yang udah saya catat di book-planner, tapi ujung-ujungnya intinya cuma satu resolusi "NOT TO BE A LAZY PERSON"
Ini super duper plan yang simpel tapi kadang paling sulit *hfffttt. Setelah melewati satu tahun yang penuh kemalasan kemarin, tahun ini saya seenggaknya mau regularly menuhin blog pakai curcolan ala-ala aja. Semoga meskipun ala-ala, ada aja yaaa yang bergunanya. Amin.

Malam ini, saya mau sedikit merenung karena habis kedatangan pasien curhat yang kalau udah cerita kadang susaaaahhhh buat berhenti. Bukan karena rewel, but she's too deep. Dia tipikal melancholy person sih. Terpusat sama diri sendiri, dan yah a bit temperamen. I'm not saying if being self-centralized and temperament are not good. She just a close-friend who apart in space and time, jadi suatu hal yang lumrah saat ketemu bakalan kedapetan banyak cerita menarik bukan?

Memang bukan anak psikolog, but often get to hear someone's story buat saya cari tahu sedikit hal yang berkaitan sama kepribadian orang. In case to give a proper response untuk orang-orang yang tentunya punya karakter berbeda kan?. Nah, temen saya ini emang cenderung termasuk orang yang melancholy. Kadang tipe ini dianggap aneh sama beberapa orang. Tapi sebenernya, kelebihan dari orang-orang tipe ini undoubtedly cool sekali!. Temen saya satu ini emang very talented and brilliant. Sama kaya kebanyakan orang-orang tipe melancholy. Perfeksionis, dan yahh most of time punya persepsi yang idealis banget. Gak kenal deh sama yang namanya capek atau males. Beda berarti ya sama yang nulis? hihii
Tapi, mungkin karena itu jadi kadang kurang punya waktu buat having fun sama orang-orang sekitarnya. She's too focus on her self, sampai akhirnya kalau ada urusan yang gagal, murungnya kebangetan. Taraaaa, kebetulan banget dong ya ketemu saya? lagi bete-bete tipe melancholy bagusnya emang ga dipendam tapi cari orang yang mau nampung cerita, meski seringnya mereka lebih suka mendem yang ujung-ujungnya jadi temperamen dan gerutu-gerutu sendiri.

Intinya, dia curcol kalau kursi itu sandarannya bengkok dan gak enak buat didudukin. (Tentu aja ini analogi ya, it's not the real story). Dia uring-uringan sama satu masalah, itu aja dan lamaaaaa. haha.
Disini ada hal yang jadinya saya pikirin. Dia bilang sandaran kursi itu bengkok, jadi udah gak enak didudukin. Ini semacam teori basic of logic, jika P maka Q (P -> Q), dimana rantai sebab-akibat selalu real, dan exact. Halaaahh ngomong apa sih, gak penting.
Jadi, kursi yang sandarannya bengkok itu udah jadi perspektifnya dia yang paling ideal. Gak bisa diganggu gugat. Padahal, yang namanya perspektif boleh jadi beda-beda bukan?. Saat satu kasus datang, polisi dan para detektif juga gak langsung underline "jika P maka Q". Mereka pastinya bakalan putar otak jumpalitan dan investigasi secara terperinci, melihat kasus dari sudut pandang yang berbeda.
Bukankah sama dengan kursi? Perspektif atau sudut pandang dia yang bilang kalau sandaran kursi itu bengkok mungkin hanya muncul dan diperkuat dari apa yang terlihat dan diyakini oleh dirinya saja. Tanpa coba mempertimbangkan bentuk kursi itu dari sudut pandang yang berbeda.
Dan dari perspektif yang dia perkuat ini, kemungkinan besar pemikiran-pemikiran atau persepsi itu diciptakan.

Makanya, persepsi baik akan terbentuk dari perspektif yang baik pula. Sedangkan semakin jelek kita memandang atau menilai suatu hal, maka pemikiran yang mampu dihasilkan dari penilaian tersebut akan jadi jelek. Ini mungkin yang sering orang bilang sebagai korelasi antara perspektif dan persepsi seseorang. Saat seseorang memiliki perspektif yang mendominasi buruk, tentu saja akhirnya akan menghasilkan persepsi yang buruk pula. Tipe melancholy sebenernya harus lebih open minded. Dibandingkan dengan merutuki masalah secara berkelanjutan dengan perspektif perspektif yang terbilang cenderung sempit, tipe ini harus terbiasa untuk mempertimbangkan masalah tersebut dari berbagai sudut pandang, sehingga memungkinkan untuk mendatangkan persepsi positif terhadap masalah tersebut. This is what will ultimately dampen vindictive and moody nature of her.

okay, time to sleep. Mata udah keleyeng-keleyeng gak fokus sepertinya. See ya di cerita tipe sanguinis/phlegmetis/koleris ya! (senemunya yang curhat)
  


  
Share:

1 January 2017

Simply Being You

Hi 2017.
This is my first post on the first day of New 365 days. 
Speaking of new day, means talking about new things. What will you do on new year? What kind of changes you want to make in your new day? 
Hahhh.. My friends celebrate the event by their own manner out there. Some of them are going out with friends, some of them are having fun with their lover, some of them choose to spend the time by working, or some of them are driving somewhere for picnic with family. That's pretty cool, isn't it?

'This year will be my big year!' Lots of people will underline this words in their personal thought. Then good motivations, high spirits, and positive vibes will put them straight with their goals. Their new 365 days in the end will running perfectly as they wish. These are also sounds great, isn't it?  

Okay, let keep it aside.
Today, I will dedicate my first blogging of the year for you. Yes, you are out there.
For you who don't know what to do to start your new day, don't hesitate to ask Allah to find the way.
For you who might confuse and feeling down, don't be shy to kneel down and talk to Allah.
When you can't be like others, don't force yourself to become one. When you feel like you left behind, don't try to run and get depressed. Just speak to Allah. 
However, life is not that simple, and it won't be easy and perfect as we imagine. But we have Allah who always there and listen to our anxious feeling.
Allah creates happiness along with the grief, And creates easiness along with the hardship. Allah creates imperfection to be something special. And you know, Marilyn Monroe also ever said Imperfection is beauty, madness is genius, and absolutely ridiculous is better than being absolutely boring. So, it doesn't matter to be imperfect. Because in reality, everything you do will bring in two answers, compliment and rejection.

Some people may judge you as a sinner, and some people judge you as the righteous man. Just let them be. because the only one who really knows yourself is you. Then the only secret that everyone doesn't know about you is the relation between you and Allah. Hence, when you face the condition that makes you feel like you're dying, Allah is the answer. Try to get closer and makes Allah close to you. Then you won't be worry to go through your life even the hardest one. 

Hey you.
Don't try to be someone else even if it's kill you. Living in the world that's constantly trying to make you something else is hard. Yet, when you can be yourself and trying the best in that circumstances, that is a great accomplishment.
Hey you.
No matter how much pain you've ever gained, no matter how mean the world to you, and no matter people say about you. 
Don't ever feel small. You've been there at the best version of yourself.
Hey you.
Imperfection is so special, therefore.. just simply being you :)





Share:

30 December 2016

365 nights

Time flies.
That is what most people say these days. A year passed. Dated back to the day when I escaped as far as possible from the place where I belong, home. Tried to run away and forgot lots of memories with such an emotional and sentiment outbursts of a confused girl in her early twenties who pathetically fell in love at a wrong time. It would be so nostalgic when I remember it tonight, but many things were changing since then, and that's not the case.

Hffftt, Everyone is surely excited to welcoming new year. Perhaps, so am I. New year feels like coming faster than it supposed to be. I even don't realize how fast things changed. From an ordinary student, to be a graduated student. From a person who-rely-so-much-on-parents, to be a must-self-reliant-person. It seems like drastically happened. I moved, being oppressed most of the time, and sometimes were hardly to cope with an adulthood life. However, everything must be endured no matter how challenging it is. 

What I got from my life lately are bunch of lessons. Not a lesson that needs tuition like schools, but a lesson that I received for free from anything around me. First, fight yourself and minimize errors. Because if you made a mistake, you pay the price and you lose the chance. Second, think more globally when sometimes my mind still thinking locally. Third, don't ever give up and lose hope. Because once you give up, it will be a shame when you see everyone is struggling while you are not.

I've cried a lot, and stress had been into my daily meals. Everyday was paralyzing me, suffocating me until sometimes I felt that all the things I did were useless. No one care, and no one understand, that was what I thought. Yet, in the same time I realized, that was the process of mine. 

Therefore, my old 365 nights will change into new one. Everyone is bringing a new hope and expectations. So do I, but this time I'll face it more positively, wiser (i hope), and SMILE definitely!

Happy new year everyone! 

Share:

23 December 2016

Bulan Desember dan Ibu


Senar yang dia petik terdengar kasar. Gerak jari tangan kirinya pun terlihat kaku menekan fret gitar itu. Bibirnya sudah tak sinkron dengan posisi microphon, dan nyanyiannya? hanya sebatas kata-kata yang keluar, tak lagi menyentuh kalbu. Tatapannya kali ini sangat gusar, seperti tak nyaman lagi melantunkan lagu, tak menyatu lagi dengan nada. Ada apa?

Aku mungkin hanya penonton, satu dari jutaan insan yang hanya mampu merindu dari kejauhan, menjaga secara sembunyi, dan memanjatkan pengharapan yang terbaik dalam sepi.
Akulah yang menangis saat dia sakit, akulah yang terluka saat dia sedih, dan akulah yang risau saat dia tak ada.
Aku yang bahagia saat dia tersenyum, aku yang berseri-seri saat melihatnya berjuang, dan aku yang bangga saat dia berhasil.
Namun aku juga yang ingin merengkuhnya saat dia jatuh, aku yang ingin membelainya saat dia gagal, dan aku yang ingin menyayanginya saat dunia mungkin menjauhinya.
Maka dari itu, katakan padaku ada apa, nak?
***
Desember telah menyapa sejak 20 hari yang lalu. Anginnya tak pernah berhenti berhembus, bahkan hujan tak jarang ikut datang menemaninya. Malam ini aku belum terlelap, padahal jarum jam telah bergerak menuju angka satu. Aku hanya berbaring di atas ranjang tua yang tak kunjung jadi kasur empuk. Bunyi 'krek-krek besi ranjang tua ini ternyata sudah hampir 23 tahun mengusik setiap tidurku. Namun kenyataannya yang tak pernah menggangguku, malah membuatku berfikir semalaman. Apakah ini rasa nyaman? atau hanya perasaan yang hadir karena terbiasa?.
Lama aku termenung, namun tak kunjung kutemukan jawabannya hingga akhirnya aku terlelap juga.
Esoknya, seperti biasa aku pergi meninggalkan rumah dengan menenteng tas gitarku. Menyapa kawan satu band dan bermusik seharian telah menjadi makanan sehari-hari ku. Bersama mereka aku merasa menjadi seseorang yang produktif, walau sebenarnya bukan dengan jalan ini aku ingin membanggakan diriku.

Malamnya, kami dapat job yang lumayan. Manggung di tengah kota yang ramai akan selalu jadi pengalaman hebat untuk kami. Aku mulai check sound setelah pasti menyapu pandangan untuk mengenali venue, luas tempat, jarak penonton, atau untuk sekedar memperhatikan titik-titik listrik, posisi snake cable, monitor, tiang-tiang, dan lainnya. Jaga-jaga karena setiap personil membutuhkan space yang berbeda, begitu juga denganku. Penampilan kami akan dimulai sesaat lagi, sambil menunggu yang lain memastikan instrumen masing-masing telah sempurna, aku mengedarkan pandangan ke arah penonton yang mulai berdatangan. Dari mulai anak-anak, remaja, bapak-bapak, ibu-ibu, dan beberapa gerombolan orang yang sepertinya baru pulang kantor atau apalah.  Hmm.. membuat iri sejenak. Menapaki jenjang pendidikan yang tinggi sudah menjadi hal yang tak mungkin rasanya, apalagi bekerja kantoran seperti orang-orang itu. Padahal mungkin, itu adalah hal yang paling kuinginkan.
"Haida, ayok mulai!" Aku tersontak kaget mendengar seruan basist band kami, namun segera mengontrol diri. Rupanya semua sudah siap dan panitia hendak memberi aba-aba untuk memulai pertunjukkan. Selang beberapa menit, aku sudah memainkan tanganku diatas senar-senar gitar, dan lagu Truly, Madly, Deeply by Savages Garden mulai kulantunkan. 

Pandanganku tak pernah berhenti menyapu penonton. Satu dua dan banyak orang yang ikut bernyanyi dengan suara lantang. "ohh ~ truly madly deeply do" . Aku ikut tersenyum melihat banyak orang terhibur karna penampilan kami. Termasuk dia, sosok yang tiba-tiba kudapati diantara kerumunan penonton sedang tersenyum kearahku. Aku sempat terperangah, tak percaya sesaat, namun kupaksakan lagi untuk bernyanyi. 'Kenapa juga dia disini?' pikirku dalam hati. 
Satu lagu telah kami mainkan, dan lagu kedua yang akan kami bawakan juga masih lagu dari Savages Garden yang berjudul I knew I loved you. Kali ini Karin, basist band kami yang ambil alih mic untuk cuap-cuap. "Gimanaaa semuaaa?? Are you ready for another song???? Tanya Karin yang diikuti riuh ramai dan sorak excited dari penonton. ' Well, lagu kedua yang akan kita bawakan masih lagu dari penyanyi yang sama, namun pastinya beda judul dong yaa. Untuk lagu kedua ini, akan kami persembahkan untuk semua penonton yang ada disini umumnya, dan spesialnyaaaa juga untuk memperingati hari bahagia, selamat hari Ibu untuk semua wanita-wanita hebat yang ada disini!!! Ini dia, I knew I loved you, selamat menikmati. Let's go, Haida!!" Seru Karin menggebu-gebu yang ditemani derai tepuk tangan penonton. Tek-tek, jreng!

"Maybe it's intuition~ But some things you just don't question
Like in your eyes~ I see my future in an instant and there it goes 
I think I found my best friend
I know that it might sound more than a little crazy but i believe~"

Hari Ibu katanya?? Aku bahkan baru sadar kalau lagu ini sengaja dibawakan untuk memperingati hari Ibu. Pantas saja, tak sedikit remaja yang datang sembari menggandeng Ibunya masing-masing. Kenapa aku baru sadar sih, kalau acara ini juga diadakan untuk menyambut hari Ibu!! 
Jrengg!! Hah! Aku salah kunci!. Keringat dingin mulai menetes di pelipisku, aku kehilangan fokus. Sampai mana aku bernyanyi? Oya, bagian refrein. Namun sekuat-kuatnya aku berusaha menyembunyikan kegugupanku dan kembali fokus, ternyata sulit. Pikiranku berloncatan kesana-kemari. Hari Ibu? Hari bahagia untuk Ibu? Ibu yang mana? Ibu yang senantiasa aku kecewakan? Ibu yang senantiasa aku abaikan karena keegoisanku? Ibu yang secara tak langsung aku benci hanya karena tak bisa membuatku seperti anak-anak lain? Ibu yang selama ini jarang aku banggakan? Dan ibu yang seharusnya selama ini aku sayangi dan hormati?.
Tanganku gemetar, tak sanggup lagi menekan fret-fret gitar, suaraku mulai parau, dan mataku kini mengabur. Karin dan yang lainnya sampai kebingungan melihatku, begitu juga dengan penonton yang kecewa. Air mataku tiba-tiba jatuh tak terbendung, aku meremas mic yang ada dihadapanku kuat-kuat. Ini sungguh tak adil, dan aku yang selama ini bertindak tak adil. Bukan salah Ibu kalau ibu tak mampu menyekolahkanku setinggi teman-temanku. Karena itu mungkin belum rezekiku. Bukan salah Ibu..

Aku tersedu, membuat semua orang kebingungan. Namun akhirnya aku memberanikan diri untuk bicara. " Maaf semuanyaa.. Karena berhenti di tengah nyanyian. Mendengar bahwa acara ini dibuat untuk menyambut har ibu, aku sedikit kaget dan sedih. Melihat banyak diantara kalian yang sengaja datang kesini dengan Ibu masing-masing, aku semakin sedih.. Karena tak mampu melakukan hal yang sama. Maka dari itu, untuk seseorang yang ada disana, yang mungkin sedang melihatku saat ini, maafkan aku.. Maafkan anakmu, bu.. Atas semua keegoisan dan kelalaianku sebagai anak. Maafkan aku, bu.. Karena sering menyakiti hari ibu, melupakan nasihat ibu, dan membuatmu terus-terusan khawatir. Juga terimakasih bu, atas semuanya. Terimakasih bu, karena hari ini aku tahu Ibu sangat peduli padaku, ibu selalu mendukungku, memperhatikanku, dan menyayangiku. Ibuuu, selamat hari Ibu, dan ini lagu untuk Ibu.." Aku tersenyum dan cepat menghapus sisa-sia air mataku. Meski dengan suara yang masih serak, lagu kembali kulantunkan. Dan kali ini, lagu Itu berhasil kami nyanyikan sampai habis. 

"I knew I loved you before I met you, I think I dreamed you into life
I knew I lovved you before I met you, I have been waiting all my life~~"

Kami mendapatkan tepuk tangan yang meriah dan sorakan penonton yang meminta kami untuk membawakan lagu lainnya. Namun apa boleh buat, kontrak kami hanya membawakan dua buah lagu. Malam itu sepertinya aku lega sekali. Aku ingin memeluk Ibu.
***
Sesampainya dirumah, aku mendapati Ibu dikamarku. Aku meletakkan gitarku sembarang, dan menghampiri Ibu. Ibu menepuk-nepuk tepi kasur menyuruhku duduk. Aku duduk disamping ibu, dan entah datang dari mana keberanianku, aku tak lagi malu-malu. Aku memeluk Ibu erat, dan air mataku kembali merebak. Ibu mencium kepalaku dan mengelus-elus rambutku tanpa banyak bicara. 

Subuhnya aku terbangun dengan perasaan yang sangat ringan. Sepertinya tadi malam aku tertidur sangat nyenyak. Kali ini aku tersenyum, aku mengerti sekarang. Kenapa aku bisa selalu tidur dengan nyaman di ranjang tua ini. 
- The End -
Share:

23 November 2016

Review Buku : Wanita Teladan (Istri-istri, Putri-putri, & Sahabat Wanita Rasulullah)

Assalamualaikum, salam sejahtera untuk semua muslimah di dunia..

Pagi ini, rasanya saya ingin berbagi kisah inspiratif yang saya dapatkan dari sebuah buku. Dan saya rasa ini penting untuk para muslimah.
Ini cerita tadi malam, selepas tadarrus ba’da magrib di mushala rumah, saya enggan beranjak alias mager. Dan sembari menunggu adzan isya, saya melihat-lihat ke deretan buku koleksi mama yang ada di mushala. Kudapati buku ini, buku yang awalnya membuat saya penasaran hingga saat saya membacanya, air mata pun tak henti berlinang.
Mashaallah ukhti, anda harus baca buku ini. Wanita muslim sesungguhnya tak boleh terpedaya dengan apa yang ada di depan mata saja. Karena alangkah indahnya jika kita bisa sama-sama dan terus berkaca pada apa yang telah diajarkan islam di zaman Rasulullah SAW. Bismillaaahh..
Buku berjudul “Wanita Teladan; Istri-istri, Putri-putri &Sahabat Wanita Rasulullah” karya Mahmud Mahdi Al-Istanbuli & Musthafa Abu Nashr Asy-Syilhi ini merupakan buku terjemahan yang diterbitkan oleh Penerbit Irsyad Baitus Salam (ibs) di Indonesia. Terdiri dari 300 halaman dan 6 bagian yang merangkum secara gamblang dan terperinci tentang bagaimana kedudukan muslimah seharusnya (terefleksi dari wanita-wanita tauladan pada zaman Rasulullah SAW).
Ukhti, sebelum terjun langsung menuju bagian pertama buku ini, ada baiknya jika anda juga tidak melewatkan beberapa pengantar yang disuguhkan oleh penerjemah, editor, dan penulisnya. Karena pastinya akan lebih memudahkan anda dalam memahami isi buku yang akan anda baca ini, termasuk esensi dan pesan yang ingin penulis beri kepada pembaca. Nah, yuk mulai tengok secara singkat isi dari buku ini! Biar muslimah-muslimah semua semakin penasaran J
Seorang Ibu laksana lembaga pendidikan.
Bila dipersiapkan dengan baik,
ia dapat membentuk pribadi yang baik dan kuat tangguh.
Ibu laksana taman, Jika dijaga kelestariannya,
tak selembar daunpun yang dimakan hama.
Ibu adalah guru dari segala guru yang utama.
Dia mampu menurunkan kemuliaan dari generasi ke generasi.
       Itu sepenggal bahasa yang diinput dalam pengantar penulis di buku ini. Sudah tak asing dibaca kan? Karena tentunya sudah banyak tulisan tentang ibu/wanita yang tak ingin lepas dari gambarannya terhadap sosok hebat tersebut. Dan kita salah satunya lho ukhti ! amin
       Di awal bagian buku ini, penulis terlebih dahulu memaparkan dua kondisi dan pandangan yang sangat berbeda tentang wanita. Penulis banyak memberikan tekanan bahwa sesungguhnya kondisi sebelum dan sesudah masuknya ajaran Islam sangat berbanding terbalik. Ini adalah beberapa catatan penting yang bisa dicerna dan diresapi para muslimah. ‘Bagaimana kedudukan wanita sebelum Islam?’
   Bagian pertama dalam buku ini membuat saya bergidik sendiri, sedih dan tak tega membayangkannya. Ada beberapa pandangan dan struktur masyarakat di suatu wilayah yang penulis ceritakan di bagian pertama ini. Antara lain dalam peradaban Yunani, Romawi, Persia, Cina, India, Yahudi, umat Kristen, dan masyarakat Arab Jahiliyah. Terbayang kan? Peradaban-peradaban ternama yang dicatat sejarah ini faktanya mempunyai kilas menyedihkan tentang bagaimana wanita diperlakukan saat itu. Dalam kebudayaan dan peradabannya, bangsa-bangsa tersebut banyak mengasingkan dan merendahkan kedudukan wanita. Kebanyakan kaum laki-laki bahkan menganggap wanita sebagai sumber penyakit dan bencana. Sehingga tak sedikit dari kaum wanita yang dikucilkan dan ditindas keberadaannya. Selain itu, budaya perceraian sangat biasa. Saat laki-laki sudah bosan, mereka dapat begitu saja membuang istrinya. Dalam hal sistem sosial, ada beberapa bangsa yang menerapkan hukuman hanya untuk kaum wanita yang dianggapnya lemah dan selalu membuat kesalahan. Juga ada yang menganggap bahwa melahirkan anak perempuan adalah aib besar yang ditanggung keluarga, sehingga banyak bayi perempuan yang berakhir dengan cara dikubur hidup-hidup. Na’udzubillah.
         Lalu bagaimana dengan kedudukan wanita setelah Islam hadir?
Ukhti, wanita telah diberikan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan fitrah dan kodratnya. Tidak melulu dianggap sebagai hawa yang selalu menyesatkan adam. Dalam bagian pertama buku ini pula dijelaskan bahwa hadirnya Islam sedikit demi sedikit telah membawa perubahan pada sistem masyarakat dan pandangan bangsa-bangsa tersebut. Sehingga hak-hak wanita mulai dipertimbangkan dan diakui.
       Nah, dengan adanya perubahan pandangan dan perlakuan terhadap wanita, bagian kedua dalam buku ini memaparkan kisah-kisah inspiratif dari wanita-wanita tauladan pada zaman Rasulullah SAW. Siapa yang tak kenal Khadijah binti Khuwalid? atau Aisyah binti Abu Bakar?. Kisah-kisah wanita muslimah tauladan ini dipaparkan dengan jelas dan mudah untuk dipahami. Peran Khadijah, Aisyah, dan istri Nabi Muhammad lainnya seperti Saudah binti Zam'ah, Hafshah binti Umar, Ummu Salamah, Ummu Habibah, Zainab binti Jahsy, Safiyyah binti Huyay, Juwairiyah binti Al-Harits, dan Maimunah binti Al-Harits, digambarkan secara gamblang pada bagian kedua buku ini. Kesabaran, kegigihan, keberaniannya dalam membela agama Islam, serta kesetiannya untuk senantiasa mendukung Nabi lah yang menjadikan mereka sebagai role model terbaik bagi para muslimah. Tak pelak, tantangan dan rintangan besar yang istri-istri Nabi hadapi, dilewatinya dengan sedikit mengeluh dan ikhlas menjalaninya.  Subhanallah sekali kan ukhti?
         Selanjutnya, kisah-kisah yang luar biasa pun bisa kita temui dari putri-putri Rasulullah. Bagaimana sebenarnya wanita yang ditakdirkan sebagai putri Rasul tumbuh dan berkembang dalam bimbingannya?. Juga kisah para Sahabat wanita utama seperti Asma binti Abu Bakar, Fathimah binti Al-Khathbah, dan masih banyak lagi yang menjadi seorang pejuang dan memiliki kedudukan yang mulia di mata Rasulullah. Ini lhoo ukhti, yang harusnya menjadi role model kita, menjadi idola yang akhlak, sikap, serta keberaniannya wajib dicontoh. Betul kan?
        Lalu, yang tentunya saya kagumi dari buku ini, tak hanya kisah-kisah hebat dari para wanita zaman Rasulullah, tetapi buku ini tak lepas dari gambarannya sendiri terhadap peran dari sosok Rasulullah. Saat ada kisah tentang istri Rasulullah yang hebat, lantas bagaimana sebenarnya peran Rasulullah sebagai suami sehingga istri-istri beliau bisa begitu hebatnya? Dan bagaimana sesungguhnya Rasulullah berperan sebagai ayah sehingga mampu mencetak keturunan-keturunan yang luar biasa pula iman dan akhlaknya?
           Nah, buku yang berjudul Wanita Teladan (Istri-istri, Putri-putri, dan Sahabar Rasulullah) ini highly recommended sekali untuk para muslimah yang gak mau buta tentang kisah-kisah wanita zaman Rasulullah. Yuk, ukhti! Jangan pernah merasa puas dengan ilmu yang sudah kita punya. Baca-baca-baca, dan terus baca! Semoga review buku ini bisa bermanfaat untuk saya pribadi, dan tentunya untuk semua penerus muslimah tauladan. 

See you di review buku berikutnya ya!
Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh :)

Share:

7 November 2016

Tentang Waktu

Apa yang selalu kamu pikirkan tentang waktu? Aku penasaran.
Mungkin kamu pernah suatu hari mendamba, berharap agar waktu bisa sedikit melambatkan geraknya dari detik ke detik. Karena ada hal yang membuatmu bahagia tiada tara. Namun ada pula saat-saat kamu ingin waktu bergerak lebih cepat dari biasanya, karena ada hal-hal yang membuatmu khawatir dan resah untuk dihadapi.
Kadang pula kamu merasa waktu sering mempermainkanmu. Disaat kamu sedang mengejar sesuatu yang paling kamu inginkan, tapi ternyata waktu pernah setega itu mengabaikan tekadmu dan membuatmu hilang kepercayaan diri dan terluka karena gagal. 
Apakah mungkin, karena kamu pun sering mempermainkan waktu?

Waktu berjalan tanpa pernah menunggu, ia selalu melangkah maju tanpa pernah sekali pun kembali ke belakang.
Ia selalu yakin dengan masa depan, selalu tega meninggalkan apa yang telah berlalu. Ia tak pernah takut melepas kenangan, dan masa lalu. 
Mungkin kamu yang sering bermain dengan waktu.
Kamu yang selalu mengulur-ulur keadaan, atau bahkan terburu-buru mengejar keadaan. 
Tidak sekalipun kamu mempertimbangkan dia yang sesunggunhnya tak pernah berkhianat.
Ia yang selalu bergulir pada rotasinya. Memantapkan langkahnya pada frekuensi yang selalu sama dan beraturan.
Lalu, apakah kamu masih menyalahkan waktu?

Jika memang ini perihal waktu, dia masih akan menunggu. Tanpa perlu memaksa atau bahkan mempersulit. Karena mungkin ada hal-hal lain selain waktu yang ikut andil dalam kehidupan. 
Namun seberapapun sulitnya itu, seberapa sakitnya kamu dikhianati keadaan, waktu akan tetap berjalan. 
Percaya saja pada waktu dan juga dirimu.
Sebab pada akhirnya Allah akan memberikan sesuatu saat Dia yakin bahwa kamu telah benar-benar siap menerimanya. Biar waktu berbicara nantinya, karena ia tidak akan pernah terlambat, ataupun berjalan lebih cepat.





Share:

5 November 2016

Sumpah Pemuda-nya si Tukang Tidur

Selamat Pagi dari anak pemalas si tukang tidur
Saat yang lain telah menyongsong pagi yang baru dengan asa dan tekad, si tukang tidur masih meringkuk malas mendekap bantal.
“Gak ada kerjaan apa?”
“Masa depannya suram udah pasti”
“Ya ampuunn, kasian banget liatnya, kayak gak punya arah”
Kata demi kata, lalu kalimat penuh simpati, kadang keluar begitu saja dari bibir orang-orang
Tanpa tahu dasar dan akibatnya.
Si tukang tidur, akan meringkuk semakin lama mendengarnya.
Baginya, tak ada lagi yang bisa ia lakukan.  Semua yang ia coba selalu gagal dan salah dimata orang.
Maka, ia memutuskan untuk berhenti. Berhenti berusaha, dan juga berharap.
Hari-hari yang dulu ia rasa berjalan lancar sesuai yang diinginkannya, ternyata menemukan titik balik yang menjatuhkannya.
Si tukang tidur merasakan kali pertamanya ia tergelincir. Dari list harian yang biasa ia lakukan dengan mulus, satu per satu mulai tak mampu ia jalani.
Ada apa? Kenapa? Apa yang salah?
Berulang kali ia mengajukan pertanyaan yang sama, mencoba menemukan akar benalunya, namun tak kunjung ia dapatkan.
Sampai-sampai ia merasa lelah. Dan semua orang yang dulu ada untuknya perlahan sulit dijamah.
Berakhirlah ia di tempat paling nyaman dan aman untuk semua orang yang sudah lelah mencari.
Ia mendekap bantal semakin kuat, menarik selimut semakin atas, dan menutup telinga semakin rapat.
Enggan.. dirinya enggan mendengar lagi..
Tahukah? yang ia butuhkan adalah kepercayaan, harapan dan motivasi yang terus berulang.
Bukan cibiran.
Apakah generasi Indonesia masih seperti ini? Menekuk lutut, meringkuk dalam kesendirian tanpa semangat?
Tidakkah kita harus setidaknya kembali mengingat, semangat yang dulu pernah menggebu? Harapan yang dulu sempat menggema? Dan kepercayaan yang satu sama lain kuat terjalin?
Seperti para pahlawan, pejuang yang bertanggung jawab akan keinginannya yang kuat. Meski jatuh tersungkur dalam, meski lelah mencari jalan keluar, namun mereka tak kenal menyerah.
Karena keyakinan dan harapan dalam diri mereka masih ada, walau kemungkinannya hanya secuil.
Juga, solidaritas yang tinggi dalam membela negara masih menyatu. Sehingga tak ada rasa berjuang sendiri.
Selamat pagi dari si tukang tidur.
Bulan baru dan hari baru pun telah datang.
Kenapa tak kau lihat lagi bahwa sebenarnya kamu tak sendiri.
Bangun dan bangkitkan lagi keyakinan dan harapanmu.
Pergi dan cari kembali orang-orang yang mampu menggenggam tanganmu
Lari dan bergegaslah menghadapi realita.
Karena hidup tak diukur oleh cibiran orang.
Indonesia masih memegang sumpah si tukang tidur.
Masih menggenggam komitmen si tukang tidur
Dan masih percaya kesetiaan si tukang tidur.
Untuk Bertanah air yang satu, berbangsa yang satu, dan menjunjung bahasa persatuan yang satu,

INDONESIA. 
Share: