5 November 2016

Sumpah Pemuda-nya si Tukang Tidur

Selamat Pagi dari anak pemalas si tukang tidur
Saat yang lain telah menyongsong pagi yang baru dengan asa dan tekad, si tukang tidur masih meringkuk malas mendekap bantal.
“Gak ada kerjaan apa?”
“Masa depannya suram udah pasti”
“Ya ampuunn, kasian banget liatnya, kayak gak punya arah”
Kata demi kata, lalu kalimat penuh simpati, kadang keluar begitu saja dari bibir orang-orang
Tanpa tahu dasar dan akibatnya.
Si tukang tidur, akan meringkuk semakin lama mendengarnya.
Baginya, tak ada lagi yang bisa ia lakukan.  Semua yang ia coba selalu gagal dan salah dimata orang.
Maka, ia memutuskan untuk berhenti. Berhenti berusaha, dan juga berharap.
Hari-hari yang dulu ia rasa berjalan lancar sesuai yang diinginkannya, ternyata menemukan titik balik yang menjatuhkannya.
Si tukang tidur merasakan kali pertamanya ia tergelincir. Dari list harian yang biasa ia lakukan dengan mulus, satu per satu mulai tak mampu ia jalani.
Ada apa? Kenapa? Apa yang salah?
Berulang kali ia mengajukan pertanyaan yang sama, mencoba menemukan akar benalunya, namun tak kunjung ia dapatkan.
Sampai-sampai ia merasa lelah. Dan semua orang yang dulu ada untuknya perlahan sulit dijamah.
Berakhirlah ia di tempat paling nyaman dan aman untuk semua orang yang sudah lelah mencari.
Ia mendekap bantal semakin kuat, menarik selimut semakin atas, dan menutup telinga semakin rapat.
Enggan.. dirinya enggan mendengar lagi..
Tahukah? yang ia butuhkan adalah kepercayaan, harapan dan motivasi yang terus berulang.
Bukan cibiran.
Apakah generasi Indonesia masih seperti ini? Menekuk lutut, meringkuk dalam kesendirian tanpa semangat?
Tidakkah kita harus setidaknya kembali mengingat, semangat yang dulu pernah menggebu? Harapan yang dulu sempat menggema? Dan kepercayaan yang satu sama lain kuat terjalin?
Seperti para pahlawan, pejuang yang bertanggung jawab akan keinginannya yang kuat. Meski jatuh tersungkur dalam, meski lelah mencari jalan keluar, namun mereka tak kenal menyerah.
Karena keyakinan dan harapan dalam diri mereka masih ada, walau kemungkinannya hanya secuil.
Juga, solidaritas yang tinggi dalam membela negara masih menyatu. Sehingga tak ada rasa berjuang sendiri.
Selamat pagi dari si tukang tidur.
Bulan baru dan hari baru pun telah datang.
Kenapa tak kau lihat lagi bahwa sebenarnya kamu tak sendiri.
Bangun dan bangkitkan lagi keyakinan dan harapanmu.
Pergi dan cari kembali orang-orang yang mampu menggenggam tanganmu
Lari dan bergegaslah menghadapi realita.
Karena hidup tak diukur oleh cibiran orang.
Indonesia masih memegang sumpah si tukang tidur.
Masih menggenggam komitmen si tukang tidur
Dan masih percaya kesetiaan si tukang tidur.
Untuk Bertanah air yang satu, berbangsa yang satu, dan menjunjung bahasa persatuan yang satu,

INDONESIA. 
Share:

0 comments:

Post a Comment