Selamat Pagi dari anak pemalas si tukang tidur
Saat yang lain telah menyongsong pagi yang baru dengan asa
dan tekad, si tukang tidur masih meringkuk malas mendekap bantal.
“Gak ada kerjaan apa?”
“Masa depannya suram udah pasti”
“Ya ampuunn, kasian banget liatnya, kayak gak punya arah”
Kata demi kata, lalu kalimat penuh simpati, kadang keluar
begitu saja dari bibir orang-orang
Tanpa tahu dasar dan akibatnya.
Si tukang tidur, akan meringkuk semakin lama mendengarnya.
Baginya, tak ada lagi yang bisa ia lakukan. Semua yang ia coba selalu gagal dan salah
dimata orang.
Maka, ia memutuskan untuk berhenti. Berhenti berusaha, dan
juga berharap.
Hari-hari yang dulu ia rasa berjalan lancar sesuai yang
diinginkannya, ternyata menemukan titik balik yang menjatuhkannya.
Si tukang tidur merasakan kali pertamanya ia tergelincir. Dari
list harian yang biasa ia lakukan dengan mulus, satu per satu mulai tak mampu
ia jalani.
Ada apa? Kenapa? Apa yang salah?
Berulang kali ia mengajukan pertanyaan yang sama, mencoba
menemukan akar benalunya, namun tak kunjung ia dapatkan.
Sampai-sampai ia merasa lelah. Dan semua orang yang dulu ada
untuknya perlahan sulit dijamah.
Berakhirlah ia di tempat paling nyaman dan aman untuk semua
orang yang sudah lelah mencari.
Ia mendekap bantal semakin kuat, menarik selimut semakin
atas, dan menutup telinga semakin rapat.
Enggan.. dirinya enggan mendengar lagi..
Tahukah? yang ia butuhkan adalah kepercayaan, harapan dan
motivasi yang terus berulang.
Bukan cibiran.
Apakah generasi Indonesia masih seperti ini? Menekuk lutut,
meringkuk dalam kesendirian tanpa semangat?
Tidakkah kita harus setidaknya kembali mengingat, semangat
yang dulu pernah menggebu? Harapan yang dulu sempat menggema? Dan kepercayaan
yang satu sama lain kuat terjalin?
Seperti para pahlawan, pejuang yang bertanggung jawab akan
keinginannya yang kuat. Meski jatuh tersungkur dalam, meski lelah mencari jalan
keluar, namun mereka tak kenal menyerah.
Karena keyakinan dan harapan dalam diri mereka masih ada,
walau kemungkinannya hanya secuil.
Juga, solidaritas yang tinggi dalam membela negara masih
menyatu. Sehingga tak ada rasa berjuang sendiri.
Selamat pagi dari si tukang tidur.
Bulan baru dan hari baru pun telah datang.
Kenapa tak kau lihat lagi bahwa sebenarnya kamu tak sendiri.
Bangun dan bangkitkan lagi keyakinan dan harapanmu.
Pergi dan cari kembali orang-orang yang mampu menggenggam
tanganmu
Lari dan bergegaslah menghadapi realita.
Karena hidup tak diukur oleh cibiran orang.
Indonesia masih memegang sumpah si tukang tidur.
Masih menggenggam komitmen si tukang tidur
Dan masih percaya kesetiaan si tukang tidur.
Untuk Bertanah air yang satu, berbangsa yang satu, dan
menjunjung bahasa persatuan yang satu,
INDONESIA.
0 comments:
Post a Comment