19 March 2017

Adulthood

Have you ever felt like the world was turning away? I think all adults must have felt it even for once.
And I wonder why adults are given this kind of sense, while I think the fairytale and its happiness-ever-after was real.
However, everyone who on the same age like me is currently stepping on this phase. Welcome to adulthood! The time of life when someone has regarded as independent, mature, and brave enough to take responsibility on every actions that he/she does. Sounds creepy but this is real.
Unlike childhood, having faith on the fairytale, huge castle, prince charming white horse, magic, pixy dust and things were allowed. Shaped those lies inside little me made me grows with that faith. And maybe not only me. I was wondering what my future looks like? Will it bloom like a gigantic rose? or will it just stay the same like the grass?
We do choose our faith. But sometimes faith becomes a funny thing. It turns up when you don't expect anything, but turns you down when you really expect a thing. And it applies to people for sure. Once in a while, people will surprise you even people also can take your breath away.. This is how adulthood works. 
The pain you feel, the ignorance you get, the pressure you bear are the color to your life. We build the future in a real life, not a future in the fairytale. Even those fairy tale might affect people when they grew up, but in adulthood, one day you'll realize that fairy tale maybe slightly different than you dreamed of. It may not a castle or a prince charming with his white horse, and it's not important to be happy ever-after. The thing that we will realize  is to do the best in every corner of our lives. 
It might hard to make everyone happy, because everything you do will be judged. Therefore, adulthood teachs you how to do everything that will ease your heart with those responsibility things. If you find that life is hard already, why do we bring more troubledown on ourselves by thinking unnecessary things?
Maybe because we just like the pain? or we just couldn't feel real? 
That is why, like what benjamin franklin meant, that knowing is better than wondering, waking is better than sleeping, and that even the biggest failure, the worst, the most intractable mistake, the beast is the hell out of never trying!
I should finally understand that even my fairytale was a lie, my reality must be greater even with a thousand burdens, obstacles, pains, and complaints. Because you know what, we have Allah, and when we do, everything will be easier, InshaAllah..

Share:

14 March 2017

Waiting for the dusk

Assalamualaikum, may Allah always bless your days..
Now, I think I'm in my mood to write something. So, this would be another chit-chat time!!
Today I should have taught 4 classes, it means around 8-9 hours in total. One class in the morning, two classes in the afternoon, and the last class is in the evening. My morning class was so delightful. I found my student got everything that I was trying to deliver. If not, she will asked me to repeat until she understood and got very excited. Alhamdulillah. What makes me even more happy was not only because of her ability to catch up fast, but also because of her personality trait that step by step is going more open in talking things. I like when the students are starting to see me as their friends!
Then, my second class actually came from a flock of people from magazine company. Each of them is older than me! The first time I stood in front of them, I just felt sooo discriminated, soo powerless, and inconfident. Yet, as time passed, I saw that they are not scary at all. Hahaha. In every class I took, we even shared lot of things! Maybe because most of them are married men and women, so the athmosphere was very warm and family-oriented. So I think I learnt a lot from them. And do you know what is even more exciting? When I talked to them about my amateur hobby in writing, they suggested me to send those scripts to their company rather than to keep them inside my laptop! They are definitely right, aren't they? I promise then, starting right now I will be more attempted in writing good things!!!!! Bismillaaaah
Besides, I have senior high school boy in my third class. But today, he was absent because he had a national olimpiade at his school. So proud of him! I wish him the best in everything, aminn.
So this is it, I'm still stuck at class while waiting for the dusk and another class. But oops! I think my last class in the evening will be starting soon. bye bye  for now, thenn!

Wassalamualaikum..

Share:

12 March 2017

Prophetic Parenting 3

Assalamualaikum ! Welcome back di ceritanya Prophetic Parenting .. Inshaallah kali ini saya mau cerita content dari buku yang manfaat sekali, khususnya buat saya sendiri nih. 
Nah, buku ini ternyata juga mengupas hal-hal yang paling baik untuk dimiliki seorang pendidik lho. Kalau kalian belum punya anak, dan memang berprofesi sebagai guru atau tenaga pengajar, pembahasan kali ini boleh lho disimak. (meski tentunya semua orang nantinya bisa berkesempatan jadi seorang pendidik ya..)

Well, yang namanya mengajar tentunya not as easy as it heard yah. Pasti ada resiko, tantangan, target-target yang perlu dicapai, dan ada juga tanggung jawabnya. Personally, saya juga lagi belajar jadi seorang pendidik yang baik, yang tentu saja harus bertanggung jawab sama apa yang sudah dimulai. Menurut buku ini, ada beberapa hal dan juga karakter yang kalau si pendidik miliki, inshaallah akan mempermudah ia dalam melakukan tugas-tugasnya. Kesempurnaan manusia memang hanya dimiliki oleh para rasul alayhimussalam, tetapi bukan berarti kita menerima begitu saja sifat manusia ini. Setiap orang diperbolehkan untuk selalu berusaha sekuat tenaga untuk terus melatih diri menjadi manusia yang memiliki akhlak baik. Sehingga alangkah baiknya jika nantinya peran seorang pendidik yang baik dapat terus dicontoh oleh generasi-generasi berikutnya, inshaallah amiinn yaa..

Okay, hal pertama yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik adalah sifat tenang dan tidak terburu-buru. Sudah sering kan merasakan akibat dari sifat terburu-buru? Saya pribadi sering sekali menyepelekan waktu sehingga ujungnya jadi terburu-buru. Hasilnya? tentu saja tidak maksimal, bahkan gemas sendiri karena tak satisfied. Jadi sudah sepatutnya untuk memilah hal-hal yang jadi prioritas dan tidak menunda-nunda! *noteformyself.
Hal kedua yang hendaknya dimiliki seorang pendidik adalah sifat lembut dan tidak kasar. Not to be a killer, but to be a wiser. Dulu, sempat sih kepikiran kalau suatu saat jadi guru maunya jadi guru killer. Well, iya kalau killer bisa kasih manfaat positif sama anak didik, tapi kalau ternyata malah buat anak didik takut tanpa memberi manfaat? Failed sudah. Karena hakikatnya, kekasaran sering menimbulkan kerusakan, dan Allah SWT pun tidak suka kekasaran. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah RA: " Sesungguhnya Allah Maha lembut dan menyukai kelembutan. Dia memberi atas kelembutan apa yang tidak Dia beri atas kekasaran dan lainnya."
Hal ketiga adalah memiliki hati yang penyayang. Bak seorang ibu terhadap anaknya, seorang pendidik harus memiliki sifat penyayang dan tidak mendiskriminasi. Bukan hanya kepada keluarga, dan teman saja. Tetapi Rasulullah pun bersabda untuk menyayangi semua umat. Karena sesungguhnya, tidak akan masuk surga selain orang-orang yang penyayang.
Hal yang keempat adalah memilih yang termudah selama bukan termasuk dosa. Dalam mendidik, tentu saja banyak halang-rintangnya. Suatu saat kita dihadapkan pada beberapa pilihan yang memusingkan dan kadang bikin galau. Nah, saat kondisi itu tiba Rasulullah sangat menyarankan kita untuk memilih hal yang paling mudah selama hal itu tidak dosa. Tetapi, saat hal yang paling mudah itu adalah dosa, maka jauhilah sejauh-jauhnya.
Hal kelima yang harus dimiliki seorang pendidik adalah sikap toleransi. Disini, perlu sangat amat kita saring persepsi dan perspektif kita terhadap suatu kondisi yang dihadapi. Karena pada dasarnya, kita harus memahami arti dari toleransi itu sendiri. Yaitu kemampuan untuk memahami orang lain dalam bentuk yang optimal, yang artinya tidak close minded yaa, yang cenderung menimbulkan pandangan hina atau lemah, tetapi harus open minded, sehingga memunculkan pandangan yang selalu positif. 
Hal yang keenam adalah menjauhkan diri dari amarah. Dalam hal ini, mungkin kita sering menemukan orang dengan karakter yang berbeda beda. Terlebih lagi dalam menghadapi anak-anak atau bahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Seringkali banyak tingkah laku orang-orang yang membuat kita jengkel dan ingin meluap-luap. Tapi sebagai seorang pendidik, kita harus pintar-pintar meredam amarah, atau menguasai amarah, dan hendaknya mengusir amarah tersebut dengan sifat ikhlas dan memaafkan.
Hal ketujuh adalah sikap seimbang dan proporsional. Mencontoh terhadap sikap Rasul yang selalu seimbang dan proporsional dalam urusan tiang agama, kita pun sebagai pengikutnya sudah sebaiknya dapat mengaplikasikan sikap tersebut pada urusan hidup lainnya. Dalam mengajar dan mendidik, bersikap ekstrim merupakan sifat yang tercela, maka dari itu menakar porsi pembelajaran dan bersikap secukupnya itu lebih baik. Ingat kan? Innallaha Laa yuhibbul mushrifuun.. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Hal terakhir yang harus diperhatikan adalah selingan dalam memberi nasihat.Terkadang kita terlalu asik memberikan nasihat kepada orang lain. Sampai lupa untuk melihat dari sudut pandang mereka. Karena ternyata, seringkali berbicara terlalu banyak itu tidak memberikan hasil apa-apa. Sedangkan, memberikan nasihat yang baik dengan jarang justru seringkali menghasilkan sesuatu yang besar atas izin Allah SWT, inshaallah..

Andddd That's all! Sekian untuk hari inii, semoga bermanfaat dan bisa terus diamalkan, amiin.
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ - See more at: http://www.voa-islam.com/read/aqidah/2010/09/28/10431/berlaku-lembutlah-sesungguhnya-allah-menyukai-kelemahlembutan/#sthash.yvG6ooDd.dpuf
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ - See more at: http://www.voa-islam.com/read/aqidah/2010/09/28/10431/berlaku-lembutlah-sesungguhnya-allah-menyukai-kelemahlembutan/#sthash.yvG6ooDd.dpuf
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ - See more at: http://www.voa-islam.com/read/aqidah/2010/09/28/10431/berlaku-lembutlah-sesungguhnya-allah-menyukai-kelemahlembutan/#sthash.yvG6ooDd.dpuf
Share:

7 March 2017

Learn from the Past

Assalamualaikum..
      Hope everyone is doing fine. This blog always shows the inconsistency of mine in writting. What ashamed, hffftttt. Thanks to my small pieces of work that makes me boring sometimes and then triggers me to start thinking to write and turning on the comp.
Bismillah, I don’t know whether I deserve to say something like what i’m going to say now or not. I just feel like it, nothing deeper. This is just a story of the past that I won’t forget because i know i will be able to learn from my past.
       Being a teacher was something that I would avoid hardly before. What I wanted to be since I was young and immature (I’m not saying that today I’ve been mature enough, but slightly a bit wiser enough to appreciate life than before, hihi) was soooo far away from what I’ve been today.  I never thought that I would jump to this kind of situation before. Having no choices, dragging in to the trap, but alhamdulillah that I made this step. At moments ago, I wish to become an architect. Drawing future house, having particular projects with lucrative vision and making people’s dream comes true. However I realized that my happiness in solving senior high school’s physics subject was not enough to become an architect. It was because I just could not draw. In the past, I always wonder why I never been succeeded making a straight line, but then i knew that I got my eyes cylinder. That was why I always made a terribly straight line. Yes! What i did from that time was to give up. Actually I hate that side of my self, giving up easily while I should be a fighter instead. Find ways to combat and counter attack that little cylinder also practice to draw. But whatever it was, I just did nothing. I hope everyone here will never does the same thing. Indeed, I was regretting my decision back then to giving up as an architect. Yet, I never regret to take another move which brought me to meet a lot of precious persons. Thanks Allah I chose this way.
       Enrolled to one of the best majors in my university was a pride. Hi, I was an international relation student. What I wanted to be was to become a practitioner. Standing proudly, speaking loudly, living greatly, and others. Yet again, there was a time when an unexpected turns of life coming. The more I get to know, the more I get doubt to be practitioner. That part of process was the one that leads me to take this step, decided to prefer living as an academician.
       Here I am, currently I’m staying back in my home town. A small town where International Relation studies is not available here. My precious mom and dad need me much here. Perhaps they miss their little daughter who grows this fast? Hihii. At least, wherever I am, I believe that Allah always has a better plan. I believe that I will keep changing into a better one wherever it is. I believe when we have Allah, there are nothing that should be afraid of. Allah has his own way of testing and helping his servant!
        And here No International Relation studies, doesn’t mean that I can do nothing. From here, I think I am starting to build my new hobby, Donate. Not materially, but i hope becoming a teacher can be my way to always donate sincerely lillahita’alaa. About what I knew, what I’ve been through, what I got, anything.  Sharing few experiences of mine to others hopefully inspiring my students to be better than me. No more give up, start from small thing, have faith, keep on praying, and finish what you start. At some point, it might okay to give up, but then get back to Allah, beg him! And inshaallah help will be on its way. Amiiinn
Share:

26 February 2017

Prophetic Parenting Part 2

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ

اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan." (Q.s. ath-Thalaq : 7)

Selanjutnya, buku prophetic parenting memaparkan tentang sebaik-baiknya pahala orang yang bersedekah. Mengacu kepada surat Ath-Thalaq ayat 7 diatas, dijelaskan bahwa dalam berkeluarga, sebaik-baiknya sedekah, sebaik-baiknya nafkah adalah nafkah yang cukup dan proporsional. Tidak berlebih-lebihan ataupun pelit. Hal ini juga merupakan salah satu cara yang baik dalam mendidik serta melatih anak yang sedang berada dalam masa pertumbuhan agar senang memberi dan belajar bagaimana pendidikan manajemen yang baik bagi perekonomian keluarganya kelak. 
Diantara banyaknya sedekah, disebutkan bahwasannya sedekah yang paling baik atau yang lebih didahulukan adalah yang berupa nafkah. 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:
Rasulullah SWT bersabda, " Satu dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau infakkan untuk membebaskan budak, satu dinar yang engkau sedekahkan untuk orang miskin, dan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu; yang paling besar pahalanya adalah yang engkau nafkahkan untuk keluargamu." 

Selain itu banyak pula hadits-hadits lain yang meriwayatkan bahwa pahala akan selalu didapatkan oleh kaum muslim yang memberi nafkah. Ada hadits yang meriwayatkan bahwa "mencari nafkah yang halal hukumnya wajib atas setiap muslim"
Anjuran itu begitu penting sehingga ada pula hadits yang melafalkan bahwa "Barang siapa yang meninggal dunia dalam mencari nafkah yang halal, maka dia meninggal dunia dalam keadaan diampuni."

Dalam sub-bab ini, buku karya DR. Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid secara gamblang mencantumkan banyak sekali hadits-hadits yang berkenaan langsung dengan pahala memberi nafkah anak dan istri. Sehingga, diantara sedekah yang paling sering kamu kerjakan, bersedekah kepada keluarga adalah hal yang lebih utama. Karena hakikatnya dalam berkeluarga, istrimu, anakmu, atau suamimu berhak mendapatkan sedekah darimu. Sehingga pahala yang didapat berupa pahala ganda, yaitu pahala dari kekerabatan, dan pahala sedekah.
Nah, selain dari pahala memberi nafkah kepada keluarga, kita juga harus tahu apa sebenarnya dari tujuan pernikahan yang Islami. Buku ini menyebutkan ada 4 tujuan dari pernikahan Islami, bukan hanya semata-mata untuk menghalalkan hubungan aja yaaa..
  • Yang pertama adalah untuk memperbanyak jumlah kaum Muslimin dan memberikan kegembiraan di hati Rasulullah SAW. Kenapa gitu? Karena menikah adalah sunnah dari Rasulullah, maka barang siapa yang tidak mengamalkan sunnahnya, maka ia tidak termasuk kedalam golongannya. (dalam hadits)
  • Kedua adalah untuk menjaga diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena sejatinya, apa yang kita suka belum tentu Allah suka, seperti halnya pacaran mungkin ya? Maka dari itu cara mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan menjalankan apa-apa yang Allah sukai, yang semuanya halal.
  • Ketiga adalah untuk membangun generasi Muslim. Karena pernikahan islami hendaknya diikuti niat untuk dapat membentuk anak-anak sholeh yang mau berjihad dijalan Allah.
  • Dan yang terakhir adalah untuk keberlangsungan hidup umat manusia. Salah satu hadits yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani dari Abu Hafsah R.A mengatakan "Janganlah salah seorang dari kalian berhenti mengharap kehadiran anak. Sebab, seseorang apabila meninggal dunia tanpa memiliki anak, namanya akan terlupakan." Maka dari itu, dengan semakin banyaknya orang kafir diluar sana, peradaban Islam pun harus terus berkembang agar dapat senantiasa diberikan kemuliaan dan kekuatan oleh Allah atas kaum Muslimin.
 Yap, sekian sudah. To be continue yaaa, semoga bermanfaat!
Share:

Catatan Kecil

Hari demi hari selalu bergulir tanpa harus aku pinta
Waktu pun terbiasa berjalan tanpa bisa ku perlambat.
Aku ternyata mengalami sebuah siklus.
Siklus yang dimana saat kecil, mama-papa tak ajarkan.
Siklus yang dimana nantinya, aku sendiri yang belajar.
Belajar memahami suatu keadaan yang tak sempat aku cegah.

Dari dulu, aku selalu diizinkan untuk mendapatkan cinta, memberi cinta, dan bahkan saling mencinta.
Entah dari orang tua, saudara, guru, teman, tetangga, kerabat kecil, atau yang lainnya.
Namun dulu, aku belum mengerti bagaimana siklus sebuah pertemuan berjalan.
Bahwasannya, semakin diri ini mencinta, harus semakin besar pula hati ini mengikhlaskan.
Sehingga berkali-kali aku memberi kasih, selalu kembali diterpa perihnya kehilangan.
Ironi memang, karna tak siap melepas kasih.

Namun pada akhirnya, waktu selalu saja mengajarkan  hal baik.
Kini, aku lelah mengelak banyak keadaan pahit.
Seberapa sering hal-hal yang tak menyenangkan datang, kan ku berikan senyuman ikhlas.
Karena kini, aku juga mencintai yang sewaktu-waktu pergi.
Akan terus menyayangi yang sewaktu-waktu diambil.
Kini aku belajar bagaimana cara melepaskan.
Aku belajar bagaimana menyikapi kepergian.
Dan aku belajar bagaimana hari-hari terasa lebih lapang.
Selalu siap dengan kehilangan.
Selalu siap dengan kepergian.

Sebab aku, sejatinya tak pernah memiliki apa-apa.
Allah hanya menitipkanmu,
untuk aku cintai.


*inspired by Hujan-Matahari


Share:

20 February 2017

Prophetic Parenting Part 1

Ternyata, yang inginnya membiasakan diri untuk bisa menulis setiap saat itu gak mudah. Namun kali ini, saya lagi mau sharing isi dari buku yang lagi on-going saya baca. Ceritanya per bab aja, biar gak kehabisan topik plus jadi reminder buat saya juga kalau isinya ter arsip dengan baik. hihi *alasan.
Buku ini berjudul Prophetic Parenting. Lagi-lagi ini buku terjemahan yaa, karya DR. Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid yang diterjemahkan oleh Farid Abdul Aziz Qurusy. Buku yang mempunyai judul asli Manhaj at-Tarbiyyah an-Nabawiyyah lith Thifl ini termasuk golongan buku Best Seller lhoo, karena isinya pasti best juga dong. 

Cerita pertama saya baca buku ini gara-gara banyaknya undangan walimatul ursy yang saya terima dari sekian banyak sahabat-sahabat saya. Ingat hak muslim terhadap muslim kan? Salah satunya apabila diundang, maka datanglah. Bahagia memang, mengingat momen pernikahan sahabat2 juga jadi momen reuni dengan sahabat lainnya. Namun terkadang sedih juga saat saya tak mampu hadir di hari bahagia mereka. Hanya doa baik yang terpanjat agar mereka semua diberikan kebahagiaan dunia dan akhirat, amin. 
Dari sana kadang terlintas tanya, apa yang sebenarnya mereka persiapkan sebelum memutuskan untuk menempuh kehidupan yang baru?. Awalnya penuh pertimbangan bukan? hal-hal idealis yang ditanamkan masing-masing dari kedua calon pasti terkadang menemukan celah untuk menjadi ragu. Itu yang banyak saya dengar dari cerita orang. Namun pada akhirnya, celah tersebut tentunya tak akan berubah menjadi keraguan saat dua insan tersebut dapat mengatasinya dengan bijak. Maka, hal terpenting dalam menapaki bahtera rumah tangga harus dengan perbekalan ilmu yang luas. Buku ini sangat saya rekomendasikan kepada kalian semua yang bermimpi memiliki ikatan yang sah dengan lawan jenisnya. Prophetic parenting memang berisi tentang cara Nabi mendidik anak, namun meskipun belum memiliki anak, ilmu ini memang sebaiknya diraih dari jauh-jauh hari. Jangan waktu sudah punya anak,baru cari tahu ilmunya :( 

Bagian awal buku ini bercerita bagaimana pentingnya orang tua dalam mendidik anak. Bukan hanya dalam hal belajar berjalan, makan-minum, berbicara, baca-tulis, namun semuanya. Termasuk pribadi dan kecintaannya terhadap Islam. Ibarat kata, anak bak mutiara yang mentah, belum terpahat dan terbentuk dan mudah condong terhadap sesuatu. Apabila ia diajarkan dan didekatkan dengan kebaikan, maka dengan kebaikan pula ia akan tumbuh. Namun apabila orang tua melalaikan tugasnya, membuat sang anak tumbuh dan berkembang dalam keburukan, maka azab Allah lah yang akan diterima orang tua tersebut. Maka dari itu, tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak sangatlah besar, karena ia adalah titipan, amanah yang besar pula yang diberikan Allah SWT. 
Rasulullah SAW bersabda "Setiap kalian adalah penggembala dan setiap kalian bertanggung jawab atas gembalaannya. Seorang pemimpin adalah penggembala dan dia bertanggung jawab atas gembalaannya. Seorang laki-laki adalah penggembala di keluarganya dan dia bertanggung jawab atas gembalaannya. Seorang wanita adalah penggembala di rumah suaminya dan dan dia bertanggung jawab atas gembalaannya. Seorang pelayan adalah penggembala pada harta majikannya dan dia bertanggung jawab atas gembalaannya. Setiap kalian adalah penggembala dan setiap kalian bertanggung jawab atas gembalaannya" (Muttafaqun Alayh)

Melihat bagaimana sabda Rasulullah yang bisa kalian temukan lebih banyak dalam buku tersebut, penekanan terhadap kata tanggung jawab, sangatlah besar, bukan berat. Karena pada hakikatnya, mukmin sejati selalu teguh dan ikhlas dalam menjalankan semua kewajibannya kepada Allah.
Lalu, bagaimana dengan peran seorang perempuan? Apakah tanggung jawabnya dalam mendidik anak sangat besar pula?
This part is my favorite! Untuk para muslimah diluar sana, simaklah ini dengan sebaik-baiknya. 
Shalat merupakan tiangnya agama, dan wanita adalah tiangnya negara. Saat kita (para muslimah) berbekal sesuatu yang buruk, maka hancurlah negara itu. Sebaliknya, saat kita berbekal banyak kebaikan, inshaallah kita dapat membangun negara yang baik pula. Bukankah begitu?
Dalam buku ini disebutkan bahwa Islam adalah agama keluarga, dimana seorang mukmin selalu terlibat didalamnya, terutama ketetapannya dalam keluarga dan kewajibannya dalam berumah tangga. Namun diantara kewajiban-kewajibannya dalam berkeluarga, ada unsur penting yang membantu seorang mukmin dalam membangun rumah tangga, ia adalah istri yang shalehah.
Ukhti! Ini hal paling penting yang harus dicatat, di bold, di italic, di stabilo, dan di camkan dalam-dalam. Laki-laki diberikan hak untuk mencari tahu seberapa jauh dan seberapa luas wawasan dari seorang istri. Sebab wawasan ini lah yang nantinya akan membantu sang istri dalam mengurus rumah tangga dan mendidik putra-putrinya. 
Ibaratnya, rumah tangga adalah salah satu benteng dari aqidah Islam. Dimana benteng tersebut memerlukan pertahanan yang kuat luar dan dalamnya, agar tak mudah bagi pasukan musuh untuk menerobos dan menghancurkan benteng. Maka dari itu, dalam sebuah keluarga, sang mukmin harus mampu menempatkan keluarganya dalam posisi masing-masing dengan siap siaga. Hal lainnya, tentulah harus ada muslimah shalehah yang mampu membantu sang mukmin menjaga benteng tersebut. Inilah nilai historis yang senantiasa akan menjadi amalan yang hebat apabila saat istri menjadi ibu yang mampu membangun generasi yang kuat sebagai benih dari masyarakat tersebut. Sehingga, dianjurkan kepada seorang mukmin untuk memilih sebaik-baiknya wanita karena agamanya, keshalehannya, ketaqwaannya, dan tobatnya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. 

Wanita dipersilahkan untuk mempelajari ilmu pengetahuan apa saja dengan tata cara yang sesuai dengan kemampuannya sebagai seorang wanita. Di antara kata-kata mutiara mengenai hal ini adalah: "Sesungguhnya sepasang suami-istri persis seperti satu bait syair. Tidaklah baik sebuah syair apabila baris pertama indah sementara baris keduanya buruk". Jadi, diantara suami-istri, haruslah sama-sama baik, sama-sama menguatkan, agar menjadi kesatuan yang baik pula.
 Rasulullah SAW pun bersabda bahwa sebaik-baiknya wanita yang menunggang unta adalah wanita Quraisy yang shalehah, paling sayang kepada anak di waktu kecil dan paling taat kepada suami. Itu disebabkan karena wanita Quraisy dipandang memiliki sifat-sifat yang baik, sehingga Rasulullah sangat memuji kaum wanita ini.
Buku ini memaparkan juga tentang betapa mulianya seorang wanita saat ia mampu mendidik anak-anaknya dan berbakti kepada suaminya. Inilah hal-hal yang paling utama yang nantinya akan mengangkat derajatnya ke tingkat tertinggi di mata Allah SWT. Aktifitas mulia ini yang memiliki pahala yang sama dengan berperang di jalan Allah ataupun shalat Jum'at di masjid-masjid.
Last, but not least, this part of the book menunjukkan bagaimana pentingnya seorang wanita untuk menjadi sebaik-baiknya wanita. Mendapatkan pahala yang setara meski tak harus ikut terjun ke medan perang, shalat jumat di mesjid, mengantarkan jenazah, dll. Inshaallah, buku ini dapat memberikan inspirasi dan pegangan untuk semua yang memang ingin lebih paham tentang prophetic parenting.
That's all, tunggu kelanjutannya yaa ! :D





Share: